Kompas.com - Sudah berapa lama Anda menjalin hubungan dengan kekasih? Bagaimana kualitas hubungan yang terbentuk, apakah memiliki kepastian atau masih mencari kepastian untuk bisa berbagi hidup bersama?
Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association, pasangan yang tidak yakin dengan kualitas hubungan yang dibentuk, lebih rentan mengalami gangguan jantung dibanding pasangan yang memilih yakin untuk berbagi hidup bersama.
Bagaimana studi ini dilakukan? American Psychological Association melakukan survei dengan melibatkan responden yang berusia 18-60 tahun. Mereka kemudian diminta untuk bercerita mengenai hubungan yang tercipta bersama pasangannya. Seberapa yakin mereka terhadap interaksi hubungan yang terjalin. Setelah itu mereka diamati pola hidupnya untuk melihat status kesehatan yang dimiliki.
“Ternyata pasangan yang tidak yakin dengan hubungannya memiliki kualitas kesehatan yang tidak baik. Mereka lebih sering mengalami tekanan darah tinggi, radang usus, rasa nyeri seluruh tubuh. Bahkan banyak juga yang mengalami gangguan jantung dan stroke,” papar Lachlan A.McWilliams, psikolog klinis yang juga asisten profesor di Acadia University, Kanada. Williams yang juga terlibat langsung dalam penelitian itu menyebutkan Journal Health Psychology sudah memuat hasil penelitiannya.
Ketertarikan Williams untuk meneliti kualitas hubungan dengan kesehatan fisik sebenarnya diawali ketika ada penelitian terdahulu yang menjabarkan, kenyamanan seseorang dalam menjalin hubungan dengan pasangannya memiliki keterkaitan pada seberapa sering responden mengalami sakit kepala.
Williams pun kemudian penasaran bagaimana kualitas hubungan mempengaruhi kondisi fisik seseorang secara menyeluruh. “Saya dan tim pun kaget ketika membaca hasil penelitian, bahwa kualitas hubungan juga mempengaruhi kinerja sistem kardiovaskuler kita.”
Dalam penelitian ini, responden dibagi menjadi pasangan yang yakin pada keseriusan hubungan yang tercipta dan merasa tidak yakin. Yang dimaksud dengan yakin pada keseriusan hubungan adalah merasa nyaman dengan pasangan dan semakin membawa hubungan pada tingkat keseriusan yang lebih baik.
Sedangkan perasaan tidak yakin pada hubungan hanya menciptakan lingkaran ketergantungan satu dengan yang lainnya dan tidak memiliki keberanian untuk mengikatkan diri pada komitmen yang lebih serius. Responden juga diminta untuk bercerita riwayat rasa nyeri yang mereka rasakan mulai dari sakit kepala, nyeri dada dan punggung, sampai apakah pernah mengalami serangan jantung atau stroke.
Perasaan tidak yakin atau tidak nyaman pada hubungan yang tercipta menurut McWilliams bukan berarti pasangan tak saling mencintai, hanya saja mereka tidak mengerti bagaimana cara untuk mengoptimalkan kualitas hubungan yang tercipta. Situasi ini yang kemudian menjadi faktor munculnya sekumpulan gejala psikosomatik yang pada akhirnya mempengaruhi status kesehatan.
“Dan jika diamati gaya hidupnya, responden yang tidak yakin pada hubungannya akan melarikan diri pada gaya hidup tak sehat seperti merokok serta minum alkohol. Tujuannya hanya satu, untuk mengalihkan perasaan tidak yakin dengan menciptakan kebiasaan baru.”
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi situasi seperti ini? McWilliams menyarankan pasangan untuk mengikuti konseling dengan begitu bisa saling terbuka membicarakan apa yang manjadi tujuan dari hubungan yang sedang dijalin. (PreventionIndonesiaonline/Siagian Priska)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association, pasangan yang tidak yakin dengan kualitas hubungan yang dibentuk, lebih rentan mengalami gangguan jantung dibanding pasangan yang memilih yakin untuk berbagi hidup bersama.
Bagaimana studi ini dilakukan? American Psychological Association melakukan survei dengan melibatkan responden yang berusia 18-60 tahun. Mereka kemudian diminta untuk bercerita mengenai hubungan yang tercipta bersama pasangannya. Seberapa yakin mereka terhadap interaksi hubungan yang terjalin. Setelah itu mereka diamati pola hidupnya untuk melihat status kesehatan yang dimiliki.
“Ternyata pasangan yang tidak yakin dengan hubungannya memiliki kualitas kesehatan yang tidak baik. Mereka lebih sering mengalami tekanan darah tinggi, radang usus, rasa nyeri seluruh tubuh. Bahkan banyak juga yang mengalami gangguan jantung dan stroke,” papar Lachlan A.McWilliams, psikolog klinis yang juga asisten profesor di Acadia University, Kanada. Williams yang juga terlibat langsung dalam penelitian itu menyebutkan Journal Health Psychology sudah memuat hasil penelitiannya.
Ketertarikan Williams untuk meneliti kualitas hubungan dengan kesehatan fisik sebenarnya diawali ketika ada penelitian terdahulu yang menjabarkan, kenyamanan seseorang dalam menjalin hubungan dengan pasangannya memiliki keterkaitan pada seberapa sering responden mengalami sakit kepala.
Williams pun kemudian penasaran bagaimana kualitas hubungan mempengaruhi kondisi fisik seseorang secara menyeluruh. “Saya dan tim pun kaget ketika membaca hasil penelitian, bahwa kualitas hubungan juga mempengaruhi kinerja sistem kardiovaskuler kita.”
Dalam penelitian ini, responden dibagi menjadi pasangan yang yakin pada keseriusan hubungan yang tercipta dan merasa tidak yakin. Yang dimaksud dengan yakin pada keseriusan hubungan adalah merasa nyaman dengan pasangan dan semakin membawa hubungan pada tingkat keseriusan yang lebih baik.
Sedangkan perasaan tidak yakin pada hubungan hanya menciptakan lingkaran ketergantungan satu dengan yang lainnya dan tidak memiliki keberanian untuk mengikatkan diri pada komitmen yang lebih serius. Responden juga diminta untuk bercerita riwayat rasa nyeri yang mereka rasakan mulai dari sakit kepala, nyeri dada dan punggung, sampai apakah pernah mengalami serangan jantung atau stroke.
Perasaan tidak yakin atau tidak nyaman pada hubungan yang tercipta menurut McWilliams bukan berarti pasangan tak saling mencintai, hanya saja mereka tidak mengerti bagaimana cara untuk mengoptimalkan kualitas hubungan yang tercipta. Situasi ini yang kemudian menjadi faktor munculnya sekumpulan gejala psikosomatik yang pada akhirnya mempengaruhi status kesehatan.
“Dan jika diamati gaya hidupnya, responden yang tidak yakin pada hubungannya akan melarikan diri pada gaya hidup tak sehat seperti merokok serta minum alkohol. Tujuannya hanya satu, untuk mengalihkan perasaan tidak yakin dengan menciptakan kebiasaan baru.”
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi situasi seperti ini? McWilliams menyarankan pasangan untuk mengikuti konseling dengan begitu bisa saling terbuka membicarakan apa yang manjadi tujuan dari hubungan yang sedang dijalin. (PreventionIndonesiaonline/Siagian Priska)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar