Kegemukan yang secara umum ditandai dengan perut buncit ini telah menjadi wabah baru di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sebagian orang mungkin masih ada yang mempercayai mitos bahwa kegemukan identik dengan kemakmuran. Padahal perut buncit membuat si pemilik tubuh rentan terhadap penyakit jantung dan diabetes mellitus yang berkaitan dengan risiko kardiometabolik.
Menurut dr Sunarya Soerianata, SpJP (K), seorang ahli jantung dari RS Jantung Harapan Kita, "Penyakit jantung dan stroke merupakan penyebab kematian paling tinggi dibandingkan kanker, diabetes dan penyakit saluran napas bagian bawah."
Tidak perlu pemeriksaan laboratorium yang mahal untuk mengetahui risiko anda akan kardiometabolik. Caranya cukup mudah dan murah yaitu dengan mengukur lingkar pinggang anda. Ukuran lingkar pinggang ternyata bisa digunakan sebagai parameter untuk mengetahui risiko terhadap penyakit akibat gaya hidup tidak sehat tersebut.
Risiko Kardiometabolik Bukanlah Penyakit
Risiko kardiometabolik sendiri bukanlah penyakit tapi merupakan sekelompok gangguan-gangguan yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit jantung dan diabetes.
Risiko kardiometabolik (cardiometabolic risk/CMR) terdiri dari faktor-faktor risiko yang dapat diubah, yang memudahkan orang rentan terhadap penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit jantung. Sejumlah faktor-faktor tersebut muncul secara klinis di dalam kelompok-kelompok yang spesifik.
dr Sunarya Soerianata, SpJP (K), yang juga bertindak sebagai wakil ketua pelaksana 16th ASEAN Congress of Cardiology yang berlangsung bulan April 2007 di Bali ini menjelaskan, ada faktor risiko yang tergolong sebagai faktor risiko "klasik" dan ada yang tergolong "baru". Contoh faktor risiko "klasik" antara lain tekanan darah tinggi, kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan gula darah yang sudah sering dievaluasi dan ditangani oleh dokter.
Adapun faktor-faktor lainnya dianggap sebagai faktor risiko "baru" misalnya kelebihan lemak perut, kolesterol HDL (kolesterol baik), resistensi insulin (ketidakmampuan tubuh merespons dan menggunakan insulin secara semestinya), serta peradangan (kadar adiponektin yang rendah atau kadar C-reactive protein yang tinggi). dr Sunarya, SpJP menambahkan bahwa faktor risiko "baru" ini sejak dulu kurang diperhatikan.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, pengelompokan faktor-faktor CMR semakin menarik perhatian karena faktor-faktor itu sering timbul secara serentak. Contohnya, hampir 26% dari seluruh orang dewasa di seluruh dunia di bawah umur 60 tahun diketahui memiliki paling sedikit tiga dari lima faktor-faktor CMR yang termasuk di dalam kriteria sindrom metabolik.
Sadari Bahaya Lemak Perut
Kelebihan lemak perut (intra abdominal obesity) atau penimbunan jaringan lemak di dalam perut, berhubungan dengan faktor-faktor CMR lain seperti peningkatan trigliserida dan gula darah.
Riset menunjukkan bahwa jaringan adiposa (jaringan lemak) bukan hanya merupakan tempat penampungan lemak, tapi juga organ endokrin aktif yang melepaskan bahan-bahan kimia dan zat-zat tertentu ke dalam tubuh yang diketahui mempengaruhi metabolisme dan sistem kardiovaskuler.
?Semakin tinggi intra abdominal obesity maka kadar HDL akan turun yang berarti rendahnya proteksi tubuh terhadap aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah oleh lemak),? ungkap dr Sunarya, SpJP.
Pelepasan bahan kimia dan zat ini dapat berkontribusi terhadap perkembangan faktor-faktor CMR seperti trigliserida tinggi dan peningkatan gula darah, meningkatkan risiko seseorang terhadap diabetes dan penyakit jantung.
Jadi, dengan memiliki perut buncit atau dengan kata lain lemak perut tinggi maka dapat meningkatkan risiko berkembangnya penyakit diabetes tipe 2, yaitu diabetes yang paling umum terjadi pada masyarakat dengan gaya hidup tidak sehat.
Tidak mengherankan jika diprediksikan penderita diabetes di Indonesia akan naik dari 6,7% populasi pada tahun 2000 menjadi 10,6% populasi pada tahun 2030.
Ukuran Lingkar Pinggang sebagai Marker
Biasanya, kegemukan diukur dengan indeks masa tubuh (BMI), akan tetapi penemuan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kegemukan perut merupakan tanda yang lebih akurat untuk memprediksi serangan jantung daripada berat badan atau BMI.
dr. Sunarya, SpJP membenarkan bahwa mengukur lingkar pinggang merupakan suatu pengukuran yang sederhana dan berhasil mendeteksi orang yang akan mengalami diabetes dan penyakit jantung lainnya.
Berdasarkan penelitian, ukuran lingkar pinggang yang memiliki risiko besar adalah ≥88 cm untuk wanita dan ≥102 cm untuk pria. Namun, ukuran tersebut berlaku untuk ras Amerika, untuk Indonesia batasnya lebih kecil.
Banyak kemajuan telah dicapai untuk mengurangi prevalensi faktor-faktor CMR tertentu termasuk kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi. Meskipun demikian, masih ada sekitar 17 juta orang di seluruh dunia yang meninggal karena penyakit jantung setiap tahunnya.
Strategi penanganan kardiometabolik yang selalu dianggap efektif adalah dengan mengedukasi masyarakat terutama pasien karena risiko kardiometabolik dapat diubah. Namun, pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Untuk yang belum menjadi pasien, dihimbau untuk menjaga kesehatan dan mulai menjalani gaya hidup sehat.
dr. Sunarya, SpJP juga ingin mengingatkan kepada masyarakat mengenai ukuran lemak perut yang dapat digunakan sebagai marker untuk penyakit jantung dan diabetes. Lingkar pinggang mudah diukur dan bisa dilakukan oleh semua orang, tak terkecuali dengan anda. Silakan mencoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar